Hari ini, Minggu, 29 Desember, merupakan hari bersejarah bagi dunia jurnalis Indonesia. Pada pagi hari yang sama, 21 tahun yang lalu, jurnalis senior almarhum Ersa Siregar, yang juga merupakan anggota IJTI dan senior di RCTI, gugur dalam sebuah penyergapan yang dilakukan oleh TNI terhadap kelompok GAM di Aceh Timur. Almarhum Ersa Siregar yang dikenal sangat akrab dengan tokoh-tokoh jurnalis Aceh, tokoh Aceh, bahkan masyarakat biasa, saat itu terkepung dalam situasi yang sangat berbahaya dan tidak mendapat perlindungan yang bisa menyelamatkan nyawanya. Beliau terkena peluru bersama peralatan kerja yang dibawanya, saat disandera oleh kelompok GAM pimpinan Ishak Daud.
Seorang jurnalis senior televisi nasional, Hamdani, menceritakan tentang kebaikan dan ketulusan almarhum Ersa dalam meliput peristiwa di Aceh. Almarhum dikenal sebagai seorang muslim yang taat beribadah. Salah satu kebiasaannya adalah menyiapkan naskah laporan sebelum melaksanakan shalat Ashar, bahkan ketika meliput di kawasan Cot Trieng yang pernah dikepung oleh TNI. Almarhum selalu fokus pada kegiatan yang akan dilaporkan dan mampu mengatur waktu dengan baik, meskipun liputan-liputannya penuh dengan risiko tinggi. Hamdani, yang sering bekerja satu tim dengannya, mengungkapkan bahwa keuletan almarhum dalam mencari informasi tentang situasi perang saat itu sangat luar biasa. Ersa tidak pernah lelah untuk mendapatkan gambar dan informasi dari seluruh pantai utara dan timur Aceh.
Semua rekan-rekan jurnalis sangat terpukul dan tidak percaya ketika mengetahui bahwa jenazah almarhum langsung dievakuasi dari Aceh Timur ke Rumah Sakit TNI AD Lhokseumawe. Sejumlah rekan jurnalis bahkan sempat melaksanakan shalat jenazah di Musalla Rumkit TNI AD, sebelum jenazah almarhum dipulangkan ke kampung halamannya, yang turut didampingi oleh Munir Nor, reporter RCTI Lhokseumawe.
Berbagai pihak saat itu turut merasakan betapa besar perjuangan almarhum Ersa sebagai seorang jurnalis. Selama hampir dua tahun, beliau menjalani perjalanan panjang, siap menghadapi berbagai tantangan yang datang.
Hari ini, genap 21 tahun sejak almarhum meninggal dunia, menjadi catatan sejarah bagi pergolakan Aceh yang merenggut ribuan nyawa. Konflik yang tidak mengenal siapa pun sebagai korban—baik rektor, pengusaha, alim ulama, tokoh politik, aktivis, pegiat LSM, pejabat negara, maupun masyarakat biasa—semua turut menjadi korban dari kekerasan yang berlangsung selama bertahun-tahun di Aceh.
Ketika perang berkecamuk di Aceh, banyak yang merasa pesimis bahwa badai konflik ini tidak akan pernah berakhir. Itulah ungkapan pesimisme yang tercermin di kalangan rakyat Aceh saat itu.
Akhirnya dengan ikhlas mari kita menyampaikan.... Al-Fatihah untuk Bang Ersa. Semoga semua amal ibadah almarhum diterima oleh Allah SWT, dan segala kekhilafannya diampuni. Semoga Bang Ersa ditempatkan di tempat yang mulia bersama para ahli surga. Aamiin YRA.(Hd)